TEBO – Keberadaan pelaku Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Rimbo Bujang terus menjadi sorotan. Aktivitas mereka yang bebas beroperasi tanpa hambatan menimbulkan tanda tanya besar terhadap peran Aparat Penegak Hukum (APH). Padahal, PETI jelas dilarang karena dampak buruknya terhadap lingkungan dan ekosistem sekitar.
Penegakan aturan terkait larangan PETI menjadi dilema bagi APH dan pemerintah daerah. Di satu sisi, kegiatan ini merusak lingkungan, namun di sisi lain, banyak warga yang menggantungkan hidup dari aktivitas tersebut. Bagi sebagian masyarakat, PETI telah menjadi mata pencaharian utama yang sulit ditinggalkan.
Namun, di tengah dilema ini, muncul pihak-pihak yang diduga memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Isu adanya setoran dari pelaku PETI kepada oknum aparat semakin menguat, sehingga membuat aktivitas ilegal ini tetap berjalan tanpa hambatan berarti.
Di lapangan, sudah menjadi rahasia umum bahwa PETI di Rimbo Bujang dapat beroperasi secara terbuka. Para pelaku tidak lagi sembunyi-sembunyi karena diduga ada “uang keamanan” yang diberikan kepada pihak tertentu, sehingga aktivitas mereka seolah mendapat perlindungan.
Dari informasi yang beredar, ada peran seorang penghubung yang disebut sebagai kordinator lapangan (Korlap). Korlap inilah yang bertugas mengumpulkan setoran dari pemilik mesin dompeng dan menyerahkannya kepada oknum aparat yang seharusnya bertugas menindak PETI.
Setoran yang dikutip per bulan bervariasi antara Rp300 ribu hingga Rp700 ribu per mesin dompeng. Uang tersebut kemudian disetorkan ke oknum aparat dari lingkup kepolisian maupun TNI, yang diduga tutup mata terhadap keberadaan PETI di wilayah ini.
Hasil penelusuran di Desa Purwodadi, Kecamatan Rimbo Bujang, mengungkap pengakuan dari seorang pemilik mesin dompeng. Ia mengaku rutin menyetor sejumlah uang kepada seorang anggota Polisi Militer (PM) bernama Rm, yang dikatakan berafiliasi dengan seorang pelaku pembakaran bernama Ad.
“Iya bang, kami setor ke PM bernama Rm, sekitar Rp300-400 ribu per bulan. Soalnya hasil kami kecil, cuma nol koma gram. Setorannya tiap tanggal 19,” ungkapnya.
Pengakuan ini semakin memperjelas dugaan bahwa keberadaan PETI tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan oknum aparat. Alih-alih diberantas, justru ada indikasi aktivitas ini dipelihara demi kepentingan pribadi.
Situasi ini membuat masyarakat bertanya-tanya, apakah penegakan hukum di Rimbo Bujang benar-benar berjalan atau justru sudah dikendalikan oleh kepentingan tertentu? Jika kondisi ini dibiarkan, dampak kerusakan lingkungan akan semakin parah, sementara hukum hanya menjadi formalitas belaka.
Diharapkan Kapolsek Rimbo Bujang, Iptu Ida Bagus Oka, melalui Kanitres Ipda Ricki, mampu menjalankan fungsi kepolisian dengan tegas dan profesional. Langkah nyata sangat diperlukan agar hukum tidak tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Selain itu, Kapolres Tebo, AKBP I Wayan Arta Ariawan, SH, SIK, MH, diharapkan memberikan perhatian khusus terhadap kondisi ini. Aparat yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat jangan sampai justru menjadi bagian dari masalah yang merusak keadilan dan ketertiban di Rimbo Bujang.***
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari.